Langsung ke konten utama

senja itu

Saat itu aku  egois 
Ingin mengambil waktu
Membiarkannya berhenti
Berdetak pada setiap detiknya.. Untuk sesaat aku menikmati..
suguhan  indah ini.

Menyita kesepianku
mengeram pada zona ini..
Mulai merasa pada semilirnya..
yang memoles manja ..

Menggerakkan sehelai dua..
Setiap rimbunan dedaunan
Menghembuskan kerinduan
Hingga meniduriku..
Aku pun terbuai.

Sunset mulai memamerkan jingganya..
Berantaki alam pikiranku
Akhirnya aku mengalah..
Lepaskan sajalah...

Yah..Senja itu..
Memenangiku..
Godaan jingganya..
Membuat lupa diri
Hingga aku tersesat..
Karena buta pada jalan pulang.. 
 
Ahh...dia terlalu memanjakan ku..

  
                          Malang, 29 Juli
                         Penulis: sukacita

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyukaimu Bukan Selalu Memilikimu

Menyukaimu bukan berarti selalu memilikimu Itulah sepenggal lirik lagu yang kau kirimkan senja itu Kukira itu sapaan senja yang indah seperti senja sebelumnya Namun aku salah Ternyata itulah ungkapan yang mengisyaratkan  bahwa kisah kita berakhir senja itu Menyukaimu bukan berarti selalu memilikimu Lirik yang sangat indah untuk didengarkan  namun sakit jika dihayati Aku ingin protes Namun aku sadar kita berbeda Mungkin lagu itu menjadi isyarat bahwa seperti itulah kita Saling mencintai, menyukai tapi Tak mungkin saling memiliki  Seperti lagu itu aku ingin mengucapkan Terima kasih pernah menjadi rumah yang nyaman Menjadi teman tempat aku merajut kisah dan cerita Semoga kita saling mendoakan dan menguatkan Meskipun tidak perlu bertatapan  seperti senja-senja sebelumnya                                         M.A

SENANDUNG SORE

Jendela tampak bergetar di ikuti bunga di halaman terlihat mulai goyah dari tempatnya. Gemuruh dan bising atap seng sungguh memekak telinga. Tak cukup disitu, pepohonan meliuk liar dari kokohannya. Sungguh gila amarah alam kali ini. “Angin membawa kabar, begitu pula hujan” ungkapnya singkat. Dia tampak tenang, sorotan matanya terus mengarah ke jendela seperti tak ingin melepaskannya. Padahal di luar tak tampak terang, namun gelap terus bersahabat.   Indra perasa kulitku mulai peka pada hawa   sore ini. Dingin, sedingin wajahnya itu.   Garis kerutan di wajahnya,   menunjukkan usianya yang sudah tidak belia.   Ia terlihat santai, padalah kondisi di luar sangat buruk. Aku sendiripun, sudah takut bukan kepalang. “Kuharap, angin dan hujan ini membawa kabar baik bukan kabar buruk” batinku. Alam tampak ribut bersama dengan angin dan hujan yang saling berlomba-lomba membisingkan suasana. Sementara aku, masih dengan mataku menelisik setiap inci dari tubuh ...

Tangga Keabadian

Tidak terasa, mungkin sudah ribuan kali kaki ini menapaki setiap tangga yang ku sebut keabadian itu. Yah, abadi. Tertata rapi dihati  memori dan rasa setiap kali perjumpaan meski tak tahu kemana nanti raga ini dihantarkan oleh nasib untuk menjadi pelabuhan terakhir. 2022, menjadi tahun saksi bisu awal pertama kali aku menjejaki tempat ini. Tempat gundah dilegakan, namun rindu terus menggebu bila tak berjumpa kembali. Setiap tangga itu adalah kumpulan niat yang berusaha aku kumpulkan menjadi sebuah tekad hingga sampai pada sebuah keputusan, aku cerita. Pada seorang yang kuanggap rumah, ibu dan kekasih hati.  Mulut tak berkomat kamit, tapi batin tak henti sampai ujung cerita, terus mengoceh.  Diawali dengan memandang senyumnya yang manis, tampak kaku wujudnya namun rasanya seperti cappucino favoritku yang selalu bikin nagih untuk bersua dicecap rasa. Kakiku terus berirama bersama dengan kumpulan kisah yang ingin ku tumpahkan setiap kali kami berjumpa.  Aku ...